Dalam sistem pemungutan PPN di
Indonesia, metode pengkreditan menjadi keharusan.
Dalam mekanisme ini,
- Pengusaha Kena Pajak akan memungut PPN ketika melakukan penjualan barang atau jasa kena pajak.
- Sebaliknya, ketika membeli barang atau jasa kena pajak dari Pengusaha Kena Pajak yang lain, Pengusaha tersebut akan dipungut PPN.
Selisih antara hasil pemungutan PPN dan PPN yang dipungut
terhadapnya merupakan PPN yang harus disetorkan ke kas negara setiap
bulannya. Jika selisihnya negatif, Pengusaha dapat melakukan kompensasi
atau restitusi sesuai ketentuan.
Dengan demikian, secara umum PPN
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang kena
pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Namun demikian, dalam sistem PPN
Indonesia juga terdapat mekanisme khusus pemungutan PPN di mana justru
pembeli yang ditunjuk sebagai pemungut PPN.
Pembeli yang ditunjuk khusus
untuk memungut PPN ini kemudian diberikan label khusus oleh
Undang-undang PPN 1984 sebagai Pemungut PPN.
Salah satu Pemungut PPN adalah : Bendahara
Pemerintah.
Ketentuan tentang tatacara pelaksanaan pemungutan,
penyetoran dan pelaporan pemungutan PPN oleh Bendahara Pemerintah adalah
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2003.
Berikut adalah
uraiannya.
Bendahara Pemerintah dan PKP Rekanan
Dalam mekanisme pemungutan PPN oleh
Bendahara Pemerintah, terdapat dua pihak yang terlibat.
- Pertama adalah Bendahara Pemerintah yang merupakakan pihak yang akan melakukan pembayaran atas pengadaan barang atau jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah.
- Yang kedua adalah pihak Pengusaha Kena Pajak rekanan pemerintah yang menyerahkan barang atas jasa kepada instansi pemerintah. Dalam transaksi yang melibatkan keduanya, maka yang menjadi pemungut PPN adalah Bendahara Pemerintah, bukan PKP Rekanan.
Bendahara Pemerintah adalah Bendahara
atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari APBN
atau APBD, yang terdiri dari Bendahara Pemerintah Pusat, dan Bendahara
Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. Sementara itu, PKP Rekanan
Pemerintah adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
Bendahara Pemerintah.
Mekanisme Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut
PPN, atas nama PKP Rekanan Pemerintah, wajib untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang.
Dengan demikian,
kewajiban Bendahara Pemerintah terdiri dari tiga jenis yaitu melakukan
pemungutan, menyetorkan PPN atau PPNdan PPnBM yang terutang, dan
terakhir Bendahara Pemerintah harus melakukan pelaporan.
Bentuk
pelaporannya adalah dengan menyampaikan SPT Masa PPN khusus untuk
Pemungut PPN (form 1107 PUT) kepada KPP tempat Bendahara terdaftar
setiap bulan.
Dalam jumlah pembayaran oleh Bendahara
Pemerintah, sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang. Dengan
demikian, Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan pada saat
pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP
Rekanan Pemerintah.
Sebagai contoh jika nilai kontrak pengadaan komputer
yang dilakukan suatu instansi Pemerintah bernilai Rp22.000.000,00, maka
PPN yang harus dipungut adalah (10/110)xRp22.000.000,00 atau sama
dengan Rp2.000.000,00. Rekanan Pemerintah akan mendapatkan junlah
Rp20.000.000,00 setelah dipotong PPN.
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang
sehubungan dengan pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000
dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku umum. Hal ini karena untuk jumlah pembayaran
maksimal Rp1.000.000,00 memang dikecualikan dari pemungutan PPN oleh
Bendahara Pemerintah.
Atas PPN atau PPN dan PPnBM yang
dipungut, Bendahara Pemerintah harus menyetorkannya ke Kas Negara.
Penyetoran PPN atau PPN dan dan PPnBM yang dipungut oleh Bendahara
Pemerintah dilakukan paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan
terjadinya pembayaran tagihan.
Misalnya, jika pembayaran tagihan
dilakukan tanggal 20 Januari 2014, maka PPN harus disetorkan paling
lambat tanggal 7 Pebruari 2014. Namun demikian, dalam hal hari ketujuh
jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Bendahara Pemerintah wajib melaporkan
PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut dan disetor ke KPP dan Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (sekarang KPPN) setempat, paling lambat
20 hari setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Jadi
jika pembayaran tagihan dilakukan tanggal 20 Januari 2014, maka
Bendahara harus melaporkannya dalam SPT Masa PPN 1107 PUT paling lambat
tanggal 20 Pebruari 2014.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
Berikut adalah tatacara pemungutan secara lebih teknis yang melibatkan pembuatan Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP).
- PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.
- SSP diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh Bendahara Pemerintah sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan Pemerintah.
- Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
- Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) yaitu lembar ke-1 untuk Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut PPN, lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah, dan lembar ke-3 untuk KPP melalui Bendahara Pemerintah.
- SSP dibuat dalam rangkap 5. Setelah PPN atau PPN dan PPn BM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut. Lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah, lembar ke-2 untuk KPP melalui KPKN, lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN, lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos, dan lembar ke-5 untuk pertinggal Bendahara Pemerintah.
- Pada lembar Faktur Pajak oleh Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan wajib dibubuhi cap “Disetor tanggal ……………” dan ditandatangani oleh Bendahara Pemerintah.
- Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn BM